Monday, April 16, 2012

#28 Medan Perang: Keterangan

Bait Pertama : Asy-Syaikh Abdullah bin Mubarok rhm, sebagai seorang mujahid yang sedang berada di medan perang mengingatkan saudaranya dan sahabatnya (Asy-Syaikh Fudhail bin Iyadh rhm), maksudnya di tujukan kepada semua orang Islam yang sedang asyik beribadah di dua masjid yang mulia yaitu Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, beliau mengingatkan agar mereka tidak terlena dengan ibadah yang mereka lakukan dan melupakan jihad, karena jihad (medan perang) jauh lebih afdhal dibandingkan denga ibadah di kedua masjid yang mulia itu apalagi masjid yang lain, keutamaan sholat di Masjidil Haram seribukali dibandingkan dengan tempat lain, tetapi shalat di medan perang lebih afdhal lagi daripada di atas yaitu dua juta kali dibandingkan di tempat lain.

Bahasa sindiran yang beliau pakai sungguh pedas, begitulah seorang mujahid yang sedang berperang, memang memiliki perasaan tersendiri, terjemahan bebasnya, “Kalau anda tahu apa yang kami lakukan di medan perang, tentu anda akan mengerti bahwa ibadah yang anda lakukan hanya main-main saja.”

Bait Kedua :Kalau anda menangis membasahi pipi anda dengan air mata karena takut kepada Allah, ketahuilah bahwa tenggorokan kami basah dengan darah.

Disini Asy-Syaikh Abdullah ibnu Mubarok rhm mengajak kepada ahli ibadah tersebut untuk membandingkan mana yang lebih mahal antara airmata dan darah, tentu jawabannya darah lebih mahal, oleh karena itu orang yang berjihad lebih afdhal daripada orang yang beribadah di Masjidil Haram

Bait Ketiga : jika anda mencapek-capekkan kuda anda dalam kebatilan ketahuilah bahwa kuda-kuda kami bercapek-capek dalam medan peperangan.

Perhatikan bagaimana Asy-Syaikh memandang urusan duniawi seperti berdagang, mencari ma’isyah (pencaharian hidup), atau aktivitas apa saja selain jihad dikatakan sebagai suatu yang batil (menurut saya Wallahu A’lam yang dimaksud oleh beliau dengan batil disini bukan menurut syariat tetapi menurut perasaan seorang mujahid dalam membandingkan antara kuda yang dipacu untuk menyerang ke tengah-tengah barisan musuh dengan kuda yang ditunggangi kesana-kemari untuk mencari duniawi.).

Begitulah perasaan seorang mujahid yang berada di lingkungan medan perang.

Bait Keempat dan Kelima : maksudnya banyak hadits-hadits Rasulullah saw yang shahih menerangkan tentang fadhilah ibadah jihad dan mujahidin, antara lain artinya :

    1. Kedua kaki seorang hamba yang terkena debu fi sabilillah tidak akan tersentuh api neraka.
    2. Barangsiapa yang berjihad sebentar saja sepanjang memerah susu unta ia akan masuk surga.
    3. Dan seribu satu lagi hadits yang menerangkan tentang keutamaan jihad.

Begitu risalah syair ini diterima oleh Asy-Syaikh Fudhail bin Iyadh rhm yang pada waktu itu adalah sehebat-hebat dan semulia-mulia ulama’ dikalangan ulama di zamannya, karena beliau seorang alim besar, bahkan saya rasa tidak ada satupun dari pelajar ilmu syar’i pada masa sekarang ini yang tidak mengenal nama beliau.

Tetapi begitu beliau selesai membaca surat tersebut, beliau dengan tawadlu’nya menyatakan : “Shodiqo Abu Abdurrahmaan, wa nashoha”, maksudnya “Benar Abu Abdurrahman (nama kuniyah dari Abdullah bin Mubarok) dan dia telah menasehati (kami)”

-Subhanallah- ini sikap yang perlu diteladani oleh kiyai-kiyai, ustadz-ustadz dan ulama’-ulama’ pemuka agama kita.

Demikianlah indahnya hubungan ulama’ salaf kita, antara mujahid di medan perang dan yang berada di luar medan perang, masing-masing menyadari kedudukannya.

Contoh lain : perasaan tabi’in salafi juga yaitu : Ibrahim bin Ablah rhm, karena beliau merasakan suasana yang begitu menyenangkan di medan perang sehijgga seolah-olah baginya dan bagi para sahabat-sahabatnya yang lain bahwa hidup di luar medan perang (kota, desa dan lain sebagainya) itu lebih berat dalam menjaga iman, sehingga apabila mereka hendak turun kembali ke kampung-kampung halaman mereka terlintaslah dalam perasaannya bahwa jihad kita yang kemarin di medan perang itu terasa lebih ringan dibandingkan dengan jihad mengekang hawa nafsu kita, ketika berhadapan dengan godaan hawa nafsu di kampung-kampung kita sehingga keluarlah kata-kata : Roja’naa minal Jihadil Asghari Ilal Jihaadil Akbar

Artinya : “Kita kembali dari jihad yang kecil (perang), menuju jihad yang besar (melawan hawa nafsu)”

Namun akhirnya perkataan ini dijadikan alasan oleh orang-orang sufi untuk tidak berjihad, padahal mereka mengucapkan kata-kata ini sesudah kembali dari medan perang.

No comments:

Post a Comment