Beliau punya hobby memelihara burung perkutut, namun ternyata hobby yang satu ini juga menguntungkan, perniagaan beliau sebab kadang-kadang satu ekornya laku berjuta-juta harganya, pernah ada yang ditukar dengan 1 ons emas, ada juga yang lebih dari itu, ada yang ditukar dengan sepeda motor trail dan lainnya.
Karena terlalu gemarnya beliau dengan burung perkutut ini, sampai ada sebidang tanah kalau musim tanam padi ditanami padi ketan hitam khusus untuk burung, meskipun ada juga untuk di makan anak-anaknya tetapi itu hanya merupakan cipratan dari hak burung, kemudian cara memeliharanya pun bukan cara kampungan tetapi serba modern, dari makanannya, sangkarnya, serta cara mendapatkannya, suara masing-masing burung tersebut dikasetkan jika diperlukan, bahkan makanan anak-anaknya saja kalah dengan makanan burung ini, karena bukan hanya ketan hitam, tetapi tetapi ketan hitam campur madu dan dicampur dengan putih telur, kemudian dijemur untuk dikeringkan, untuk mendapatkan sangkar burungya saja, waktu itu harus beli ke Surabaya karena di kota-kota kecil belum ada.
Beliau betul-betul sangat gemar dengan yang satu ini, bahkan seolah-olah merupakan kegiatan rutin, tetapi menghibur, tetapi nampaknya ada tanda tanya pada diri beliau tentang hukumnya boleh atau tidak, maka beliau pernah berpesan kepada saya kira-kira waktu itu tahun 1982, agar hal ini ditanyakan kepada Ustadz Abdullah Sungkar, sayapun tanyakan pesanan beliau kepada ustadz kemudian jawab beliau pada waktu itu kalau tidak salah hal ini termasuk urusan dunia, jika tidak ada larangan berarti boleh, kemudian beliau menyebutkan ada salah seorang sahabat bernama yang memiliki seorang anak bernama Umair r.a, kebetulan ketika Rasulullah saw silaturrahmi ke rumah bapaknya si anak itu sedang bersedih hati karena burung kesayangannya mati, maka ketika itu Rasulullah saw menghiburnya dengan mengatakan , “Yaa Umairu Maa Fa’la Bi-An-Nughair?. Maksudnya : “Yaa Umair apa yang terjadi pada Nughair?”.
Ternyata setelah saya rujuk pada kumpulan fatwa syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, tentang memelihara burung, asal jangan ada hal-hal yang bersifat mendzhalimi (tidak diberi makan, minum, dipisahkan dengan anaknya yang masih kecil tanpa alasan yang benar) .
Tetapi untuk burung perkutut ternyata tidak sesederhana burung Nughair, kalau memelihara burung ansich mungkin-mungkin saja, tetapi kalau sudah terlibat pada perlombaan suara dan lain sebagainya, disitu terdapat perjudian dan macam-macam kemaksiatan yang lain.
Mungkin dengan alasan menghindar dari syubuhat ini, akhirnya pada awal-awal tahun 1990-an beliau berhenti dari memelihara burung, namun demikian tidak bisa dipungkiri, dengan melalui program burung ini semakin memperluas hubungan beliau, hampir ke seluruh Jawa Timur, bahkan sampai Madura, dan sebagian Jawa Tengah.
Next on 2/01/2012
No comments:
Post a Comment