Menurut pengalaman dan perasaan saya, tidak ada satu jengkal bumi yang pernah saya pijak lebih menyenangkan, mengasyikkan dan menggairahkan dibandingkan dengan “Medang Perang”, jika saya gambarkan, meskipun sebenarnya sangat sulit untuk dibayangkan “An-ni.matu Laa Ya.rifuha Illa man dzaaqohaa”, kenikmatan yang tidak dapat mengenalnya melainkan orang yang sudah merasakannya, (meminjam kata mutiara Sayyid Quthb rhm, dengan maksud yang berlainan, beliau maksudkan kenikamtan hidup di bawah naungan Alquran, sedangkan yang saya maksud adalah kenikmatan hidup di bawah naungan peluru dan roket).
Bagi pembaca yang pernah memasuki Masjidil Haram, lalu menunaikan thowaf di sekeliling Ka’bah dan berdo’a di dekat Multazam, kemudian setelah itu menunaikan sholat dua rakaat dekat maqom Ibrahim a.s sesudah itu berdo’a sambil menatap ka’bah yang mulia, ketika itu tentu merasakan satu kenikatan dan ketenteraman serta kesenangan yang tidak bisa didapatkan di tempat lain.
Mungkin begitulah gambaran rasa nikmatnya hanya ada tambahannya lagi yaitu perasan Izzah (gagah) dan perasaan keinginan hendak mati syahid, sehingga dapat segera memperoleh keutamaan yang dijanjikan seperti melihat tempat tinggalnya di syurga, bertemu dengan pasangannya, bidadari syurga dan lain sebagainya.
Untuk lebih jelasnya marilah kita ikuti bagaimana perasaan seorang alim dan mujahid agung dari kalangan At-Tabi’in yaitu Abdullah ibnu Mubarak alias Abu Abdurrahman rhm, ketika beliau berada di medan perang. Beliau menggambarkan perasaannya melalui sebuah syairnya yang dikirim kepada sahabat karibnya seorang alim yang masyhur yaitu Fudhail bin Iyadh rhm yang pada masa itu sebagai imam di masjidil haram, untuk menyampaikan nasehat dan tadzkirah adapun bait syairnya antara lain adalah sebagai berikut :
- “Yaa ‘Abidal Haramain Lau Abshornaa # La’Alimta Annaka Fil ‘Ibaadata, Tal’abun”
- “Wahai orang yang beribadah di dua masjid yang mulia (Masjidil Haram dan Masjid Nabawi), kalaulah kamu melihat kami (di Medan Perang). Niscaya kamu akan mengetahui bahwa kamu dalam beribadah hanya main-main belaka. ”
- “Man Kaana Yahdhobu, Jiidahu (Hoddahu), bi dumuu’ihi # Fahumuurunaa, bidama’inaa Natahodhdhobu
- “Barangsiapa yang membasahi pipinya dengan air matanya maka tenggorokan kami berbasah-basah dengan darah kami”
- “Man Kaana Yut’ibu Khoilahu fii Baathilin # Fa Khuyuulunaa Yaumas-Shabiihati Tat’abun”
- “Barangsiapa yang membuat capek kudanya dalam kebatilan, maka kuda-kuda kami pada waktu pertempuranlah bercapek-capek.”
- “Walaqod Ataanaa min maqooli Nabiyyinaa # Qoulus-Shoodiqun Laa Yakdzabun”
- “Dan sungguh telah datang kepada kami sabda Nabi kami. Sabda (ucapan) yang benar dan tidak berdusta.”
- “Laa Yajtami’ul Ghobaa’an Fii Sabilillah wa Naaru Jahannama Tatalahhabu”
- “Tidak akan berkumpul debu Fi Sabilillah dengan api neraka yang menyala-nyala.”
No comments:
Post a Comment